Identifikasi Gejala Kejiwaan Siswa Belajar Matematika untuk Membangun Psikologi Pembelajaran Matematika

Oleh Reni Dwi Astuti
10313244020
Pendidikan Matematika Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu ilmu yang diajarkan di sekolah. Subjek pembelajaran matematika sekolah adalah siswa-siswa dan guru pengampu mata pelajaran matematika. Sedangkan objek matematika berupa simbol-simbol yang abstrak. Ketika mempelajari matematika siswa pasti melakukan gerak-gerik yang merupakan gejala kejiwaan yang sedang dialami siswa tersebut. Gejala kejiwaan seseorang dalam belajar matematika dikaji dalam ilmu psikologi pembelajaran matematika. Identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika merupakan topik yang perlu dipelajari oleh mahasiswa jurusan pendidikan matematika. Sebagai kandidat calon guru mahasiswa harus mampu memahami gejala kejiwaan siswanya ketika sedang mempelajari matematika.

B.    Rumusan Masalah
Karya tulis ini akan membahas mengenai:
1.    Identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika
2.    Penjelasan identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika yang diselaraskan dengan teori atau referensi
3.    Penjelasan identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika yang diselaraskan dengan pengalaman dan konteks belajar siswa
4.    Bagaimana membangun psikologi pembelajaran matematika

C.    Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah:
1.    Sebagi syarat perbaikan nilai dalam kuliah psikologi pendidikan matematika
2.    Untuk mengetahui lebih jauh identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika
3.    Untuk mengetahui lebih lanjut penjelasan identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa yang diselaraskan dengan teori (referensi) dan pengalaman serta konteks belajar siswa
4.    Mengetahui bagaimana membangun psikologi pembelajaran matematika
Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis ini yaitu:
1.    Bagi penulis
Manfaat yang diperoleh ialah memperdalam pemahaman tentang identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika serta kaitannya dengan teori, pengalaman dan konteks belajar siswa.
2.    Bagi pembaca 
Manfaat yang dapat diambil yaitu menambah pengetahuan pembaca mengenai identifikasi gejala kejiwaan seorang belajar matematika serta kaitannya dengan teori, pengalaman dan konteks belajar siswa.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Identifikasi Gejala Kejiwaan Siswa Belajar Matematika

Siswa belajar matematika bersama orang yang lebih tahu tentang matematika baik orang tua, guru maupun temannya. Ia tidak mungkin dapat belajar matematika tanpa orang lain. Hal ini sesuai dengan hakekat manusia, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Siswa belajar dalam lingkungan sosial yang kondusif untuk belajar matematika.
Hal pertama yang dilakukan dalam belajar matematika ialah mempersiapkan diri. Persiapan diri dilakukan oleh siswa agar siswa siap untuk menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Persiapan dapat berupa persiapan materi pelajaran yang akan disamapaikan. Selain itu persiapan mental juga diperlukan agar diri siap untuk berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan teman.
Siswa mengikuti proses pembelajaran matematika dalam kelas, dimana guru menggunakan berbagai macam metode untuk mengajarkan matematika kepada siswa. Cara tersebut dilakukan agar siswa dapat memahami matematika dengan berbagai metode pembelajaran. Selain itu jika terdapat siswa yang tidak mampu memahami dengan metode yang satu guru bisa beralih dengan metode pengajaran yang lain.
Matematika merupakan suatu kebutuhan bagi siswa. Mereka membutuhkan matematika dalam hidupnya karena matematika mengakar dalam berbagai segi kehidupan manusia. Mau tidak mau manusia harus mempelajari matematika jika ia ingin tetap hidup di dunia. Kebutuhan akan matematika akan terpenuhi jika kebutuhan dasar manusia sendiri telah terpenuhi.
Siswa yang sukses dalam belajar matematika memiliki kemauan dan sikap yang menunjang dalam mempelajari matematika. Selain itu kesuksesan seorang siswa dalam belajar matematika juga dapat dilihat dari seberapa dalam pengetahuanny tentang matematika, seberapa terampil ia dalam menggunakan matematika dan yang terakhir seberapa banyak pengalamannya dalam bidang matematika.

B.    Teori Gejala Kejiwaan Siswa Belajar Matematika
Setelah identifikasi gejala kejiwaan siswa belajar matematika pada bagian A, di bagian ini akan dijelaskan identifikasi gejala kejiwaan siswa belajar matematika yang dikaitkan dengn teori atau referensi yang ada.
Menurut Ebbutt and Straker (1995):
1.    Siswa akan mempelajari matematika dengan senang jika mempunyai motivasi
2.    Siswa mempelajari matematika dengan cara yang berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda pula. Tiap siswa memerlukan pengalaman tersendiri yang terhubung dengan pengalaman di waktu yang lampau dan tiap siswa mempunyai latar belakang sosial-ekonomi-budaya yang berbeda-beda.
3.    Siswa memerlukan teman dalam mempelajari matematika. Misalnya diskusi kelompok dalam pemecahan masalah.
4.    Siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajarnya

Thorndike menyampaikan hukum-hukum belajar siswa dan mengelompokkanny ke dalam hukum dasar (hukum primer) yaitu sebagai berikut:
1.    Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Jadi semakin siap siswa dalam menghadapi pelajaran matematika, ia akan semakin senang untuk mempelajari matematika.
2.    Hukum latihan ( the law of exercise )
Hukum ini dibagi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use) dan hukum tidak ada penggunaan (the law of disuse).  The  law of use menyatakan bahwa dengan latihan berulang-ulang maka hubungan stimulus dan respons makin kuat.  Law of disuse menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon melemah bila latihan dihentikan. Contoh : bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu menghafal perbendaharaan kata, maka bila ada stimulus yang berupa pertanyaan “apa bahasa Inggrisnya makan ?” peserta didik langsung dapat memberi jawaban (respon) dengan benar. Tetapi bila peserta didik tidak pernah menggunakan kata itu, maka peserta didik tidak dapat memberi respons yang benar.
Dari hukum ini dapat diambil inti sarinya, bila prinsip utama belajar adalah ulangan. Makin sering suatu pelajaran diulangi, makin dikuasailah pelajaran tersebut, dan makin tidak pernah diulangi, pelajaran tersebut makin tidak dapat dikuasai
3.    Hukum akibat ( the law of effect )
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan stimulus respon diperkuat bila akibatnya memuaskan dan diperlemah bila akibatnya tidak memuaskan. Dengan perkataan lain, suatu perbuatan yang diikuti oleh akibat yang menyenangkan, cenderung untuk diulang, dan apabila akibatnya tidak menyenangkan maka akan cenderung dihentikan.

Dilihat dari dimensi komunikasi maka siswa belajar matematika melalui 4 tahap komunikasi yaitu:
a.    Komunikasi Material
Pada level ini komunikasi antara siswa dan matematika baru sebatas kulit luarnya saja. Siswa hanya tahu simbol-simbolnya, namun tidak mengerti apa yang dimaksud dengan simbol itu.
b.    Komunikasi Formatif
Komunikasi tingkat formatif, siswa mulai memahami simbol-simbol matematika namun belum pemahamannya belum mendalam.
c.    Komunikasi Normatif
Siswa sudah memahami matematika secara mendalam. Ia dapat mengaplikasikan matematika dalam hidupnya.
d.    Komunikasi Spiritual
Komunikasi tingkat tertinggi, pada tingkat ini siswa mampu menghubungkan matematika dengan keberadaan pencipta. Bahwa tidak ada satu hal di dunia ini yang tidak diciptakan oleh Nya.

C.    Pengalaman dan Konteks Siswa Belajar Matematika
Identifikasi pada bagian A kemudian diselaraskan dengan pengalaman dan konteks belajar matematika. Pengalaman belajar antara satu siswa dengan siswa yang lain berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya:
1.    Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender
2.    Perbedaan Kemampuan
3.    Perbedaan Kepribadian
4.    Perbedaan Gaya Belajar
Konteks siswa belajar matematika tergantung pada lingkuangan siswa tersebut. Sebagai contoh siswa yang hidup di dekat stasiun, mereka akan belajar matematika dengan cara menghitung berapa banyak gerbong kereta yang berhenti di stasiun tersebut.

D.    Membangun Psikologi Pembelajaran Matematika
Bagaimana membangun psikologi pembelajaran matematika pada hakekatnya sama dengan bagaimana mengkolaborasikan antara kemampuan identifikasi gejala kejiwaaan seorang peserta didik belajar matematika. Kemudian menyelaraskan dengan teori atau referensi dan yang terakhir adalah menyelaraskan dengan pengalaman dan konteks siswa belajar matematika.

BAB IV
KESIMPULAN


Identifikasi gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika berfungsi untuk mengetahui kondisi seorang peserta didik, sehingga pengajar mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan kondisi peserta didik yang sedang belajar matematika. Teori sebagai sumber dalam melakukan tindak lanjut terhadap peserta didik. Sedangkan pengalaman dan konteks merupakan aplikasi dari teori yang disesuaikan dengan keadaan peserta didik serta lingkungan. Ketiga hal tersebut merupakan usaha dalam membangun psikologi pembelajaran matematika. Jadi pada dasarnya psikologi pembelajaran matematika terdiri dari identifikasi gejala kejiwaan seorang peserta didik belajar matematika, teori mengenai identifikasi gejala kejiwaan seorang peserta didik belajar matematika dan yang terakhir adalah pengalaman dan konterks gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika.


DAFTAR PUSTAKA

Marsigit.2008.Psikologi Siswa Belajar Matematika.Diakses melalui http://marsigitpsiko.blogspot.com/2008/12/psikologi-siswa-belajar-maematika.html.Diakses pada tanggal 13 Januari 2012 pada pukul 15.00WIB.
Sugihartono dkk.2007.Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

To Uncover Multicultural Psychological Aspects of Phenomena of Mathematics Education

Jarak antara Titik dan Garis

Jarak Antara Dua Titik pada Dimensi Tiga